Jumat, 08 Juli 2011

Budaya Leluhur di Desa Jangga

Datang dan rasakan  kehidupan suku Batak tradisional di sebuah desa yang sebagian besar wilayahnya belum tersentuh oleh dunia modern. Terletak di lereng bukit yang indah, pengunjung yang datang ke desa Jangga ingin bertemu dengan orang  Batak asli dan melihat bagaimana budaya mereka yang unik terus berkembang hingga saat ini.
Jangga terkenal dengan kain ulos yang indah yang ditenun oleh kaum wanitanya. Melihat  kaum wanita desa ini menenun kain ulos yang rumit di depan rumah mereka. Ulos memainkan peranan penting dalam masyarakat tradisional Batak dan digunakan tidak hanya sebagai pakaian tetapi juga digunakan pada acara-acara adat seperti kelahiran, kematian dan pernikahan.
Di desa Jangga Anda akan menemukan deretan rumah-rumah tradisional, atraksi budaya dan sejarah, seperti sisa-sisa peninggalan raja-raja Batak berabad-abad yang lalu termasuk Raja Tambun dan monumen raja Manurung.
Desa Jangga terletak di tepi Gunung Simanuk-Manuk, Lumban Julu, kabupeten Toba Samosir, Sumatra Utara, sekitar 24 km dari Danau Toba.  Desa ini adalah salah satu dari sejumlah desa Batak asli di wilayah Lumban Nabolon, Tonga-Tonga Sirait Uruk, Janji Matogu, hubak Sihubak, Siregar, Sigaol, Silalahi Toruan Muara dan Tomok Sihotang.
sumber : http://www.indonesia.travel/id/destination/49/budaya-leluhur-di-desa-jangga

Galeri Foto

Desa Wisata Arborek, Raja Ampat

Desa Arborek sebagai pelopor di antara 18 desa yang indah di Papua Barat yang telah memulai pengembangan konservasi lokal kekayaan laut berbasis masyarakat, Desa Arborek telah mendapatkan reputasi yang luar biasa diantara otoritas lokal dan masyarakat internasional. Dengan bantuan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, pusat penelitian, dan organisasi non-pemerintah, masyarakat lokal di desa ini telah berhasil merumuskan peraturan daerah, penamaan kawasan konservasi mereka yaitu, Mambarayup dan Indip.

Untuk menemukan keindahan bawah laut tidak begitu sulit di sini. Sepanjang dermaga Arborek, para penyelam bisa langsung terjun ke air dan dengan mudah menemukan Gorgonia yang berkilauan tepat di bawah permukaan air. Orang-orang di Arborek yang ramah dan sangat rajin, menyalurkan kepekaan seni mereka dalam membuat kerajinan dari daun pandan laut yang luar biasa menarik. Arborek merupakan tempat yang menarik baik di bawah air maupun di daratannya sendiri.

Dikenal sebagai Desa Wisata Arborek, masyarakatnya dikenal dengan kecakapan mereka dalam membuat kerajinan topi dan noken (tas tali). Tidak seperti kebanyakan wanita di desa-desa lain yang juga membantu suami mereka yang bekerja sebagai nelayan, hampir semua ibu di desa ini memproduksi kerajinan sebagai pekerjaan harian mereka. Meskipun mereka yakin bahwa dengan menangkap lobster dan memproduksi mutiara jauh lebih menguntungkan, namun mereka merasa membuat kerajinan terlihat lebih anggun untuk kaum perempuan. Ini adalah sebuah desa yang layak untuk dikunjungi. Hanya berjarak satu setengah jam dari Waisai, ibu kota Raja Ampat, setiap saat desa Arborek selalu siap menunggu pengunjung dari seluruh dunia, jadi datanglah.

"Berpetualang" Menyusuri Selokan Mataram

Bila anda dibesarkan sebagai "orang kota", menyusuri Selokan Mataram bisa menjadi petualangan kecil yang menyenangkan untuk menikmati pemandangan sawah nan hijau, penggembala, off road dan menyeberangi Kali Krasak sambil memanggul sepeda
 
Pada masa penjajahan Jepang, banyak rakyat Indonesia dikirim ke berbagai daerah untuk dijadikan tenaga kerja paksa atau romusha. Mereka dipaksa untuk membangun beragam infrastruktur yang mendukung kepentingan militer Jepang melawan Sekutu. Rakyat yang menjadi romusha sangat menderita, tidak diberi makan yang cukup dan diperlakukan dengan kejam sehingga banyak yang tewas.
Hal ini membuat Sri Sultan Hamengku Buwono IX prihatin dan berusaha menghindarkan warga Yogyakarta dari kewajiban menjadi romusha. Beliau lalu memerintahkan rakyatnya membangun saluran irigasi sepanjang 30 km, dari Sungai Progo ke Sungai Opak, dan menolak rakyatnya dijadikan romusha dengan alasan tenaga mereka masih dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek itu. Saluran yang semula bernama Kanal Yoshiro itu sekarang dikenal sebagai Selokan Mataram dan hingga kini masih menjalankan fungsinya untuk mengairi belasan ribu hektar sawah.
Menyusuri saluran irigasi bersejarah ini dengan menggunakan sepeda motor atau MTB (sepeda gunung) menjanjikan pengalaman yang menyenangkan bila dilakukan pada bulan Oktober - Mei, karena bulan Juni - September biasanya selokan ini dikeringkan untuk memutus siklus hama.
Start yang sempurna adalah dari perempatan MM UGM di Jalan Kaliurang. Dari sini, ada dua pilihan rute. Pertama, menyusuri Selokan Mataram ke arah barat hingga bertemu hulunya di Sungai Progo, Dusun Ancol, Kabupaten Magelang. Kedua, menyusuri Selokan Mataram ke arah timur hingga berakhir di Sungai Opak, Kalasan. Memulai perjalanan pada pagi hari, kurang lebih pukul 06.00 WIB, adalah yang paling menyenangkan sebab udara masih sejuk, sinar matahari belum terik dan banyak aktivitas masyarakat agraris yang bisa dilihat.

Ke Arah Barat

Bila memilih berjalan ke arah barat, setelah melewati Ring Road barat pemandangan sawah nan hijau akan segera menyapa. Jangan lupa untuk menoleh sebentar ke arah timur ketika matahari mulai tinggi. Matahari tampak bersinar cerah di atas sawah hijau dan pohon kelapa, bayangannya tampak di permukaan air selokan yang mengalir tenang. Sore hari, kadang-kadang beberapa mahasiswa pecinta alam berlatih mendayung kano di sini.
Setelah berjalan sejauh 16 kilometer, anda akan memasuki Dusun Barongan. Di sini, perjalanan akan serupa dengan off road, sebab anda harus melewati jalan setapak yang becek dan licin, perlu hati-hati agar tak tergelincir. Di kanan-kiri tampak pintu air yang menghubungkan selokan dengan sawah penduduk sekitar. Anda akan menyadari bahwa aliran selokan ini merupakan urat nadi pertanian di Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Selama "off road" ini pula, YogYES sempat merasakan beberapa pengalaman menyenangkan, seperti saat menyaksikan penduduk sekitar sedang angon (menggembala) bebek, kerbau, dan kambing. Setelah melalui perjalanan melelahkan di lintasan tanah sepanjang kurang lebih 1 kilometer, anda akan menemui jalan buntu, terhalang Kali Krasak yang membentuk cerukan sedalam 5 meter. Bila sebelumnya selokan akan melalui jembatan yang melintas di atas sungai, di sini jembatan itu tidak ada. Lalu lewat mana selokan tersebut mengalir? Ternyata turun ke bawah, mengalir lewat saluran di bawah tanah, lalu naik lagi di seberangnya, hebatnya adalah tak ada pompa sama sekali! Hukum fisika bahwa permukaan air akan selalu rata digunakan di sini. Karena tak ada jembatan, anda harus berputar arah melewati jalan aspal bila mengendarai sepeda motor. Bila menggunakan sepeda gunung, anda bisa mencoba pengalaman mengasyikkan melintasi kali yang airnya dangkal ini dengan memanggul sepeda gunung.
Kurang lebih 5 kilometer dari Kali Krasak, anda akan sampai di dusun Ngluwar. Dan anda lagi-lagi akan kebingungan sebab aliran Selokan Mataram seolah tiba-tiba saja menghilang. Tapi jangan dulu menyangka bahwa anda telah sampai di hulu aliran, sebab aliran selokan sebenarnya masih berlanjut, melewati terowongan di bawah desa. Mengagumkan bukan?
Dua kilometer di sebelah barat dusun itu, anda akan sampai di hulu Selokan Mataram, yaitu Sungai Progo. Tampak bendungan kecil, bernama Bendung Karang Talun, membendung aliran Sungai Progo. Air dari bendungan itulah yang kemudian mengalir ke Selokan Mataram. Dari Jembatan Ancol di atas bendungan itu, anda bisa mengagumi derasnya aliran Sungai Progo yang juga digunakan sebagai arena arung jeram. Perjalanan anda tuntas sudah di sini.

Ke Arah Timur

Pemandangan berbeda akan dijumpai bila memilih menyusuri selokan sesuai arah alirannya, ke arah timur. Beberapa wilayah yang akan dilewati adalah Gejayan, Depok, Maguwoharjo dan Kalasan. Nuansa perkotaan akan lebih sering dijumpai dari Gejayan hingga Depok dengan banyaknya bangunan dan warung kaki lima. Bila belum mengisi perut, tak ada salahnya mampir di SGPC (sego pecel atau nasi pecel) Bu Wiryo di sebelah utara Fakultas Peternakan UGM.
Sawah hijau baru akan dijumpai bila telah sampai di wilayah Maguwoharjo. Di beberapa desa, anda pun harus melintasi jalan tanah karena jalan aspal yang dibangun ternyata tak selalu searah dengan aliran Selokan Mataram. Jalan tanah di wilayah timur ini umumnya kering sehingga tak licin, tapi mesti tetap berhati-hari karena ruas jalan yang sempit, salah-salah anda bisa tercebur ke selokan. Meski kalaupun tercebur rasanya akan baik-baik saja, tapi malunya tentu tak tertahankan.
Setelah sampai di wilayah Kalasan, anda bisa melihat panorama yang mengesankan. Dari jalan tanah di sisi kanan selokan, anda bisa melihat bagian tengah hingga puncak Candi Tara. Hamparan sawah dan pepohonan tinggi menjadi latar depannya. Terdapat jalan aspal ke arah kanan bila anda hendak mampir ke candi yang menjadi peninggalan kebudayaan Budha tertua di Yogyakarta itu.
Dari sini, anda masih harus berjalan ke arah timur untuk sampai ke hilir Selokan Mataram. Di tengah perjalanan, anda akan menjumpai selokan mengalir di bawah rel kereta api. Kurang lebih 1 kilometer kemudian, anda akan menemui hilir aliran Selokan Mataram. Tampak air selokan mengalir deras ke bawah, bersatu dengan Sungai Opak yang mengalir ke selatan menuju Samudra Indonesia. Pemandangan sekitar pun cukup indah. Terlihat pohon-pohon tinggi tumbuh di tepian Sungai Opak. Pemandangan itu menjadi pertanda akhir perjalanan menyusuri aliran Selokan Mataram ke arah timur.

Menyenangkan dan Mengagumkan

Menyusuri aliran Selokan Mataram, selain memberi pengalaman menyenangkan, akan membuat kita mengagumi perancangnya. Bagaimana tidak, alirannya yang dari barat ke timur seakan "melawan" hukum alam karena Gunung Merapi di utara Yogyakarta menyebabkan aliran sungai di sini biasanya dari utara ke selatan yang lebih rendah. Selokan yang melintas di atas belasan kali kecil dan melewati terowongan di bawah Kali Krasak dengan memanfaatkan hukum fisika, telah puluhan tahun memberi air bagi belasan ribu hektar sawah dan menjadi salah satu landmark Yogyakarta.
Naskah: Yunanto Wiji Utomo
Photo & Artistik: Agung Sulistiono Mabruron
Copyright © 2007 YogYES.COM

sumber :http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/sport-and-adventure/selokan-mataram/

PUNCAK SUROLOYO - Meneropong Borobudur dari Pertapaan Sultan Agung

Puncak Suroloyo
Album Foto (7 foto)
Puncak Suroloyo yang menjadi tempat pertapaan Sultan Agung dan kiblat pancering bumi di tanah Jawa memberi anda kesempatan melihat empat gunung besar di Pulau Jawa, Candi Borobudur dan pemandangan matahari terbit.


Puncak Suroloyo, Meneropong Borobudur dari Pertapaan Sultan Agung

Matahari muncul dalam warna kemerahan kurang lebih pada pukul 5.00 WIB, menyembul di antara ranting pohon yang berwarna hijau. Sinarnya membuat langit terbagi dalam tiga warna utama, biru, jingga dan kuning. Serentak saat warna langit mulai terbagi, sekelompok burung berwarna hitam mulai meramaikan angkasa dan membuat suara serangga tanah yang semula kencang perlahan melirih.
Empat gunung besar di Pulau Jawa, yaitu Merapi, Merbabu, Sumbing dan Sindoro menyembul di antara kabut putih. Ketebalan kabut putih itu tampak seperti ombak yang menenggelamkan daratan hingga yang tersisa hanya sawah yang membentuk susunan tapak siring dan pepohonan yang terletak di dataran yang lebih tinggi. Dari balik kabut putih itu pula, stupa puncak Candi Borobudur yang tampak berwarna hitam muncul di permukaan lautan kabut.
Itulah pemandangan yang bisa dilihat saat fajar ketika berdiri di Puncak Suroloyo, buykit tertinggi di Pegunungan Menoreh yang berada pada 1.091 meter di atas permukaan laut. Untuk menikmatinya, anda harus melewati jalan berkelok tajam serta menakhlukkan tanjakan yang cukup curam, dan memulai perjalanan setidaknya pada pukul 2 dini hari. Dua jalur bisa dipilih, pertama rute Jalan Godean - Sentolo - Kalibawang dan kedua rute Jalan Magelang - Pasar Muntilan - Kalibawang. Rute pertama lebih baik dipilih karena akan membawa anda lebih cepat sampai. Tentu anda mesti berada dalam kondisi fisik prima, demikian juga kendaraan yang mesti berisi bahan bakar penuh serta bila perlu membawa ban cadangan.
Setelah berjalan kurang lebih 40 km, anda akan menemui papan penunjuk ke arah Sendang Sono. Anda bisa berbelok ke kiri untuk menuju Puncak Suroloyo, namun disarankan anda berjalan terus dahulu sejauh 500 meter hingga menemui pertigaan kecil dan berbelok ke kiri karena jalannya lebih halus. Dari situ, anda masih harus menanjak lagi sejauh 15 km untuk menuju Puncak Suroloyo. Sebuah perjalanan yang melelahkan memang, namun terbayar dengan keindahan pemandangan yang dapat dilihat.
Pertanda anda telah sampai di bukit Suroloyo adalah terlihatnya tiga buah gardu pandang yang juga dikenal dengan istilah pertapaan, yang masing-masing bernama Suroloyo, Sariloyo dan Kaendran. Suroloyo adalah pertapaan yang pertama kali dijumpai, bisa dijangkau dengan berjalan kaki menaiki 286 anak tangga dengan kemiringan 300 - 600. Dari puncak, anda bisa melihat Candi Borobudur dengan lebih jelas, Gunung Merapi dan Merbabu, serta pemandangan kota Magelang bila kabut tak menutupi.
Pertapaan Suroloyo merupakan yang paling legendaris. Menurut cerita, di pertapaan inilah Raden Mas Rangsang yang kemudian bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo bertapa untuk menjalankan wangsit yang datang padanya. Dalam kitab Cabolek karya Ngabehi Yosodipuro yang ditulis pada abad 18, Sultan Agung mendapat dua wangsit, pertama bahwa ia akan menjadi penguasa tanah Jawa sehingga mendorongnya berjalan ke arah barat Kotagede hingga sampai di Pegunungan Menoreh, keduia bahwa ia harus melakuykan tapa kesatrian agar bisa menjadi penguasa.
Menuju pertapaan lain, anda akan melihat pemandangan yang berbeda pula. Di puncak Sariloyo yang terletak 200 meter barat pertapaan Suroloyo, anda akan melihat Gunung Sumbing dan Sindoro dengan lebih jelas. Sebelum mencapai pertapaan itu, anda bisa melihat tugu pembatas propinsi DIY dengan Jawa Tengah yang berdiri di tanah datar Tegal Kepanasan. Dari pertapaan Sariloyo, bila berjalan 250 meter dan naik ke pertapaan Kaendran, anda akan dapat melihat pemandangan kota Kulon Progo dan keindahan panati Glagah.
Usai melihat pemandangan di ketiga pertapaan, anda bisa berkeliling wilayah Puncak Suroloyo dan melihat aktivitas penduduk di pagi hari. Biasanya, mulai sekitar pukul 5 pagi penduduk sudah berangkat ke sawah sambil menghisap rokok linting. Bila anda berjalan di dekat para penduduk itu, aroma sedap kemenyan akan menyapa indra penciuman sebab kebanyakan pria yang merokok mencampur tembakau linting dengan kemenyan untuk menyedapkan aroma.
Selain memiliki pemandangan yang mengagumkan, Puncak Suroloyo juga menyimpan mitos. Puncak ini diyakini sebagai kiblat pancering bumi (pusat dari empat penjuru) di tanah Jawa. Masyarakat setempat percaya bahwa puncak ini adalah pertemuan dua garis yang ditarik dari utara ke selatan dan dari arah barat ke timur Pulau Jawa. Dengan mitos, sejarah beserta pemandangan alamnya, tentu tempat ini sangat tepat untuk dikunjungi pada hari pertama di tahun baru.
Naskah: Yunanto Wiji Utomo
Artistik: Agung Sulistiono Mabruron
Copyright © 2006 YogYES.COM

sumber : http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/nature-and-outdoor/puncak-suroloyo/

KALIURANG - Plesir ala Nyonya dan Meneer

Kaliurang
Album Foto (32 foto)
Menikmati pesona alam di ujung utara Yogyakarta. Bersentuhan dengan udara sejuk dan meresapi suasana romantis ala nyonya dan meneer Belanda tempo doeloe di Kaliurang yang terletak di kaki Gunung Merapi.


KALIURANG - Plesir ala Nyonya dan Meneer

Pada awal abad ke-19, sejumlah ahli geologi Belanda yang tinggal di Yogyakarta, bermaksud mencari tempat peristirahatan bagi keluarganya. Mereka menyusuri kawasan utara yang merupakan dataran tinggi. Sesampainya di Kaliurang yang berada di ketinggian 900 meter dari permukaan laut, para "meneer" tersebut terpesona dengan keindahan dan kesejukan alam di kaki gunung itu. Mereka akhirnya membangun bungalow-bungalow dan memutuskan kawasan itu sebagai tempat peristirahatan mereka.
Perjalanan menuju kaliurang dari arah Jogja akan mengingatkan kita pada lukisan pemandangan saat masih di taman kanak-kanak. Sebuah gunung dengan jalan di tengahnya serta hamparan hijau yang membentang di kedua sisinya dihiasi dengan rumah penduduk, akan menghilangkan penat dalam bingkai lukisan alam.
Diselimuti angin yang berhembus sejuk, bahkan di saat mentari tepat di atas kepala, kesejukan itu masih terasa. Udara yang menari melewati pepohonan dan turun dengan gemulai, memberi rasa segar ketika menerpa tubuh.
Pemandangan Gunung Merapi memberi sensasi tersendiri di kawasan ini. Bagaikan seorang gadis desa yang menutup tabirnya bila sengaja diperhatikan, gunung ini akan tertutup kabut seolah malu bila sengaja datang untuk melihatnya.
Menyusur sisi barat Bukit Plawangan sejauh 1100 meter, menempuh perjalanan lintas alam, melalui jalan tanah yang diapit pepohonan dan lereng rimbun, deretan 22 gua peninggalan Jepang menjadi salah satu keunikan wisata alam Kaliurang.
Di samping keindahan alamnya, Kaliurang juga mempunyai beberapa bangunan peninggalan sejarah. Diantaranya adalah Wisma Kaliurang dan Pesangrahan Dalem Ngeksigondo milik Kraton yang pernah dipakai sebagai tempat berlangsungnya Komisi Tiga Negara. Atau Museum Ullen Sentalu yang sebagian bangunannya berada di bawah tanah. Museum ini menguak misteri kebudayaan dan nilai-nilai sejarah Jawa, terutama yang berhubungan dengan putri Kraton Yogyakarta dan Surakarta pada abad ke-19.

Kawasan Rekreasi Keluarga

Berjarak 28 kilometer dari pusat kota Yogyakarta, Kaliurang kini menjadi sebuah kawasan wisata alam dan budaya yang memikat, serta menjadi tempat yang menyenangkan untuk rekreasi keluarga.
Bersantai dengan keluarga, orang tua bisa bersantai sambil mengawasi anak-anak bermain di Taman Rekreasi Kaliurang. Di dalam taman seluas 10.000 meter persegi anak-anak bisa bermain ayunan, perosotan, atau berenang di kolam renang mini. Selain itu di taman yang dihiasi oleh patung jin ala kisah 1001 malam dan beberapa jenis hewan ini, anak-anak juga bisa bermain mini car atau memasuki mulut patung seekor naga yang membentuk lorong kecil dan berakhir di bagian ekornya.
Sekitar 300 meter ke arah timur laut dari taman rekreasi terdapat Taman Wisata Plawangan Turgo. Di kawasan taman wisata ini terdapat kolam renang Tlogo Putri yang airnya berasal dari mata air di lereng Bukit Plawangan. Bermain ayunan atau bercanda bersama keluarga di taman bermain yang berada di dalam taman wisata, rasa lelah akan lebur dalam rimbunnya taman perhutani.
Melangkahkan kaki menyusuri sisi timur, melihat beberapa ekor monyet yang berloncatan dan berayun di dahan, menikmati kicau burung di jalur berbatu susun dan tangga berundak di jalan menanjak sejauh 900 meter; mungkin akan sedikit melelahkan, tetapi pemandangan Gunung Merapi di saat cuaca cerah dari Bukit Pronojiwo, akan menggantikan rasa lelah dengan kekaguman. Pada perjalanan ke puncak Pronojiwo, YogYES sempat adu lari dengan seorang turis asing asal Inggris bernama Nick (47 tahun). Meski memenangkan adu lari, tapi perasaan menyatu dengan suasana alamlah yang paling membahagiakan. Air minum yang dijual oleh wanita penjaja minuman di puncak Pronojiwo bisa melepas rasa dahaga sambil menikmati Merapi yang berdiri tegak di tengah rimbunnya hamparan hijau. Setiap hari libur, Merapi bisa dilihat melalui teropong yang disewakan dengan tarif Rp.3000 selama 30 menit.
Sesampainya kembali di lokasi taman bermain, bersantailah sejenak di Tlogo Muncar. Meredakan letih sambil menikmati air yang terjun di sela-sela bebatuan. Biasanya air akan mengalir dengan deras di musim penghujan.
Jika ingin menikmati pemandangan Kaliurang, para pengunjung bisa berkeliling menggunakan kereta kelinci yang dikenal dengan istilah sepoer. Kendaraan ini biasa mangkal di depan taman wisata yang dipenuhi dengan kios-kios penjaja makanan. Jalur yang dilaluinya mengitari kawasan wisata Kaliurang dari timur ke barat. Melewati gardu pandang yang terletak di sebelah barat, Merapi akan terlihat jelas ketika cuaca cerah. Tarif untuk menaiki kendaraan ini Rp.3.000 per orang jika yang naik minimal tujuh orang. Untuk perjalanan eksklusif, Rp.20.000 akan membuat perjalanan layaknya seorang bangsawan.
Bila ingin merasakan sejuknya angin dan heningnya malam di Kaliurang, berbagai villa, bungalow, pesanggrahan atau pondok wisata bisa menjadi pilihan. Tarifnya juga beragam, mulai dari yang 25 ribuan hingga 200 ribuan. Beberapa penginapan yang bisa anda nikmati, antara lain: Bukit Surya (paling disarankan), Puri Indah Inn (bintang 3), Wisma Sejahtera, dll.
Sebelum pulang pastikan untuk membawa sedikit oleh-oleh yang dijajakan. Mulai dari buah-buahan produksi petani lokal hingga makanan khas yakni tempe dan tahu bacem serta jadah (makanan yang terbuat dari beras ketan dan parutan kelapa).
Hamparan hijau di kaki gunung, udara sejuk dan segala paket kemewahan alamnya, akan meredakan segala kepenatan dan memberikan kesegaran dari hiruk pikuknya perkotaan. (YogYES.COM)
Naskah & Photo: R. Syah
Artistik: Sutrisno
Copyright © 2006 YogYES.COM

sumber : http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/nature-and-outdoor/kaliurang/