Bila anda dibesarkan sebagai "orang kota", menyusuri Selokan Mataram bisa menjadi petualangan kecil yang menyenangkan untuk menikmati pemandangan sawah nan hijau, penggembala, off road dan menyeberangi Kali Krasak sambil memanggul sepeda
Pada masa penjajahan Jepang, banyak rakyat Indonesia dikirim ke berbagai daerah untuk dijadikan tenaga kerja paksa atau romusha. Mereka dipaksa untuk membangun beragam infrastruktur yang mendukung kepentingan militer Jepang melawan Sekutu. Rakyat yang menjadi romusha sangat menderita, tidak diberi makan yang cukup dan diperlakukan dengan kejam sehingga banyak yang tewas.
Hal ini membuat Sri Sultan Hamengku Buwono IX prihatin dan berusaha menghindarkan warga Yogyakarta dari kewajiban menjadi romusha. Beliau lalu memerintahkan rakyatnya membangun saluran irigasi sepanjang 30 km, dari Sungai Progo ke Sungai Opak, dan menolak rakyatnya dijadikan romusha dengan alasan tenaga mereka masih dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek itu. Saluran yang semula bernama Kanal Yoshiro itu sekarang dikenal sebagai Selokan Mataram dan hingga kini masih menjalankan fungsinya untuk mengairi belasan ribu hektar sawah.
Menyusuri saluran irigasi bersejarah ini dengan menggunakan sepeda motor atau MTB (sepeda gunung) menjanjikan pengalaman yang menyenangkan bila dilakukan pada bulan Oktober - Mei, karena bulan Juni - September biasanya selokan ini dikeringkan untuk memutus siklus hama.
Start yang sempurna adalah dari perempatan MM UGM di Jalan Kaliurang. Dari sini, ada dua pilihan rute. Pertama, menyusuri Selokan Mataram ke arah barat hingga bertemu hulunya di Sungai Progo, Dusun Ancol, Kabupaten Magelang. Kedua, menyusuri Selokan Mataram ke arah timur hingga berakhir di Sungai Opak, Kalasan. Memulai perjalanan pada pagi hari, kurang lebih pukul 06.00 WIB, adalah yang paling menyenangkan sebab udara masih sejuk, sinar matahari belum terik dan banyak aktivitas masyarakat agraris yang bisa dilihat.
Setelah berjalan sejauh 16 kilometer, anda akan memasuki Dusun Barongan. Di sini, perjalanan akan serupa dengan off road, sebab anda harus melewati jalan setapak yang becek dan licin, perlu hati-hati agar tak tergelincir. Di kanan-kiri tampak pintu air yang menghubungkan selokan dengan sawah penduduk sekitar. Anda akan menyadari bahwa aliran selokan ini merupakan urat nadi pertanian di Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Selama "off road" ini pula, YogYES sempat merasakan beberapa pengalaman menyenangkan, seperti saat menyaksikan penduduk sekitar sedang angon (menggembala) bebek, kerbau, dan kambing. Setelah melalui perjalanan melelahkan di lintasan tanah sepanjang kurang lebih 1 kilometer, anda akan menemui jalan buntu, terhalang Kali Krasak yang membentuk cerukan sedalam 5 meter. Bila sebelumnya selokan akan melalui jembatan yang melintas di atas sungai, di sini jembatan itu tidak ada. Lalu lewat mana selokan tersebut mengalir? Ternyata turun ke bawah, mengalir lewat saluran di bawah tanah, lalu naik lagi di seberangnya, hebatnya adalah tak ada pompa sama sekali! Hukum fisika bahwa permukaan air akan selalu rata digunakan di sini. Karena tak ada jembatan, anda harus berputar arah melewati jalan aspal bila mengendarai sepeda motor. Bila menggunakan sepeda gunung, anda bisa mencoba pengalaman mengasyikkan melintasi kali yang airnya dangkal ini dengan memanggul sepeda gunung.
Kurang lebih 5 kilometer dari Kali Krasak, anda akan sampai di dusun Ngluwar. Dan anda lagi-lagi akan kebingungan sebab aliran Selokan Mataram seolah tiba-tiba saja menghilang. Tapi jangan dulu menyangka bahwa anda telah sampai di hulu aliran, sebab aliran selokan sebenarnya masih berlanjut, melewati terowongan di bawah desa. Mengagumkan bukan?
Dua kilometer di sebelah barat dusun itu, anda akan sampai di hulu Selokan Mataram, yaitu Sungai Progo. Tampak bendungan kecil, bernama Bendung Karang Talun, membendung aliran Sungai Progo. Air dari bendungan itulah yang kemudian mengalir ke Selokan Mataram. Dari Jembatan Ancol di atas bendungan itu, anda bisa mengagumi derasnya aliran Sungai Progo yang juga digunakan sebagai arena arung jeram. Perjalanan anda tuntas sudah di sini.
Sawah hijau baru akan dijumpai bila telah sampai di wilayah Maguwoharjo. Di beberapa desa, anda pun harus melintasi jalan tanah karena jalan aspal yang dibangun ternyata tak selalu searah dengan aliran Selokan Mataram. Jalan tanah di wilayah timur ini umumnya kering sehingga tak licin, tapi mesti tetap berhati-hari karena ruas jalan yang sempit, salah-salah anda bisa tercebur ke selokan. Meski kalaupun tercebur rasanya akan baik-baik saja, tapi malunya tentu tak tertahankan.
Setelah sampai di wilayah Kalasan, anda bisa melihat panorama yang mengesankan. Dari jalan tanah di sisi kanan selokan, anda bisa melihat bagian tengah hingga puncak Candi Tara. Hamparan sawah dan pepohonan tinggi menjadi latar depannya. Terdapat jalan aspal ke arah kanan bila anda hendak mampir ke candi yang menjadi peninggalan kebudayaan Budha tertua di Yogyakarta itu.
Dari sini, anda masih harus berjalan ke arah timur untuk sampai ke hilir Selokan Mataram. Di tengah perjalanan, anda akan menjumpai selokan mengalir di bawah rel kereta api. Kurang lebih 1 kilometer kemudian, anda akan menemui hilir aliran Selokan Mataram. Tampak air selokan mengalir deras ke bawah, bersatu dengan Sungai Opak yang mengalir ke selatan menuju Samudra Indonesia. Pemandangan sekitar pun cukup indah. Terlihat pohon-pohon tinggi tumbuh di tepian Sungai Opak. Pemandangan itu menjadi pertanda akhir perjalanan menyusuri aliran Selokan Mataram ke arah timur.
Naskah: Yunanto Wiji Utomo
Photo & Artistik: Agung Sulistiono Mabruron
Copyright © 2007 YogYES.COM
sumber :http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/sport-and-adventure/selokan-mataram/
Hal ini membuat Sri Sultan Hamengku Buwono IX prihatin dan berusaha menghindarkan warga Yogyakarta dari kewajiban menjadi romusha. Beliau lalu memerintahkan rakyatnya membangun saluran irigasi sepanjang 30 km, dari Sungai Progo ke Sungai Opak, dan menolak rakyatnya dijadikan romusha dengan alasan tenaga mereka masih dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek itu. Saluran yang semula bernama Kanal Yoshiro itu sekarang dikenal sebagai Selokan Mataram dan hingga kini masih menjalankan fungsinya untuk mengairi belasan ribu hektar sawah.
Menyusuri saluran irigasi bersejarah ini dengan menggunakan sepeda motor atau MTB (sepeda gunung) menjanjikan pengalaman yang menyenangkan bila dilakukan pada bulan Oktober - Mei, karena bulan Juni - September biasanya selokan ini dikeringkan untuk memutus siklus hama.
Start yang sempurna adalah dari perempatan MM UGM di Jalan Kaliurang. Dari sini, ada dua pilihan rute. Pertama, menyusuri Selokan Mataram ke arah barat hingga bertemu hulunya di Sungai Progo, Dusun Ancol, Kabupaten Magelang. Kedua, menyusuri Selokan Mataram ke arah timur hingga berakhir di Sungai Opak, Kalasan. Memulai perjalanan pada pagi hari, kurang lebih pukul 06.00 WIB, adalah yang paling menyenangkan sebab udara masih sejuk, sinar matahari belum terik dan banyak aktivitas masyarakat agraris yang bisa dilihat.
Ke Arah Barat
Bila memilih berjalan ke arah barat, setelah melewati Ring Road barat pemandangan sawah nan hijau akan segera menyapa. Jangan lupa untuk menoleh sebentar ke arah timur ketika matahari mulai tinggi. Matahari tampak bersinar cerah di atas sawah hijau dan pohon kelapa, bayangannya tampak di permukaan air selokan yang mengalir tenang. Sore hari, kadang-kadang beberapa mahasiswa pecinta alam berlatih mendayung kano di sini.Setelah berjalan sejauh 16 kilometer, anda akan memasuki Dusun Barongan. Di sini, perjalanan akan serupa dengan off road, sebab anda harus melewati jalan setapak yang becek dan licin, perlu hati-hati agar tak tergelincir. Di kanan-kiri tampak pintu air yang menghubungkan selokan dengan sawah penduduk sekitar. Anda akan menyadari bahwa aliran selokan ini merupakan urat nadi pertanian di Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Selama "off road" ini pula, YogYES sempat merasakan beberapa pengalaman menyenangkan, seperti saat menyaksikan penduduk sekitar sedang angon (menggembala) bebek, kerbau, dan kambing. Setelah melalui perjalanan melelahkan di lintasan tanah sepanjang kurang lebih 1 kilometer, anda akan menemui jalan buntu, terhalang Kali Krasak yang membentuk cerukan sedalam 5 meter. Bila sebelumnya selokan akan melalui jembatan yang melintas di atas sungai, di sini jembatan itu tidak ada. Lalu lewat mana selokan tersebut mengalir? Ternyata turun ke bawah, mengalir lewat saluran di bawah tanah, lalu naik lagi di seberangnya, hebatnya adalah tak ada pompa sama sekali! Hukum fisika bahwa permukaan air akan selalu rata digunakan di sini. Karena tak ada jembatan, anda harus berputar arah melewati jalan aspal bila mengendarai sepeda motor. Bila menggunakan sepeda gunung, anda bisa mencoba pengalaman mengasyikkan melintasi kali yang airnya dangkal ini dengan memanggul sepeda gunung.
Kurang lebih 5 kilometer dari Kali Krasak, anda akan sampai di dusun Ngluwar. Dan anda lagi-lagi akan kebingungan sebab aliran Selokan Mataram seolah tiba-tiba saja menghilang. Tapi jangan dulu menyangka bahwa anda telah sampai di hulu aliran, sebab aliran selokan sebenarnya masih berlanjut, melewati terowongan di bawah desa. Mengagumkan bukan?
Dua kilometer di sebelah barat dusun itu, anda akan sampai di hulu Selokan Mataram, yaitu Sungai Progo. Tampak bendungan kecil, bernama Bendung Karang Talun, membendung aliran Sungai Progo. Air dari bendungan itulah yang kemudian mengalir ke Selokan Mataram. Dari Jembatan Ancol di atas bendungan itu, anda bisa mengagumi derasnya aliran Sungai Progo yang juga digunakan sebagai arena arung jeram. Perjalanan anda tuntas sudah di sini.
Ke Arah Timur
Pemandangan berbeda akan dijumpai bila memilih menyusuri selokan sesuai arah alirannya, ke arah timur. Beberapa wilayah yang akan dilewati adalah Gejayan, Depok, Maguwoharjo dan Kalasan. Nuansa perkotaan akan lebih sering dijumpai dari Gejayan hingga Depok dengan banyaknya bangunan dan warung kaki lima. Bila belum mengisi perut, tak ada salahnya mampir di SGPC (sego pecel atau nasi pecel) Bu Wiryo di sebelah utara Fakultas Peternakan UGM.Sawah hijau baru akan dijumpai bila telah sampai di wilayah Maguwoharjo. Di beberapa desa, anda pun harus melintasi jalan tanah karena jalan aspal yang dibangun ternyata tak selalu searah dengan aliran Selokan Mataram. Jalan tanah di wilayah timur ini umumnya kering sehingga tak licin, tapi mesti tetap berhati-hari karena ruas jalan yang sempit, salah-salah anda bisa tercebur ke selokan. Meski kalaupun tercebur rasanya akan baik-baik saja, tapi malunya tentu tak tertahankan.
Setelah sampai di wilayah Kalasan, anda bisa melihat panorama yang mengesankan. Dari jalan tanah di sisi kanan selokan, anda bisa melihat bagian tengah hingga puncak Candi Tara. Hamparan sawah dan pepohonan tinggi menjadi latar depannya. Terdapat jalan aspal ke arah kanan bila anda hendak mampir ke candi yang menjadi peninggalan kebudayaan Budha tertua di Yogyakarta itu.
Dari sini, anda masih harus berjalan ke arah timur untuk sampai ke hilir Selokan Mataram. Di tengah perjalanan, anda akan menjumpai selokan mengalir di bawah rel kereta api. Kurang lebih 1 kilometer kemudian, anda akan menemui hilir aliran Selokan Mataram. Tampak air selokan mengalir deras ke bawah, bersatu dengan Sungai Opak yang mengalir ke selatan menuju Samudra Indonesia. Pemandangan sekitar pun cukup indah. Terlihat pohon-pohon tinggi tumbuh di tepian Sungai Opak. Pemandangan itu menjadi pertanda akhir perjalanan menyusuri aliran Selokan Mataram ke arah timur.
Menyenangkan dan Mengagumkan
Menyusuri aliran Selokan Mataram, selain memberi pengalaman menyenangkan, akan membuat kita mengagumi perancangnya. Bagaimana tidak, alirannya yang dari barat ke timur seakan "melawan" hukum alam karena Gunung Merapi di utara Yogyakarta menyebabkan aliran sungai di sini biasanya dari utara ke selatan yang lebih rendah. Selokan yang melintas di atas belasan kali kecil dan melewati terowongan di bawah Kali Krasak dengan memanfaatkan hukum fisika, telah puluhan tahun memberi air bagi belasan ribu hektar sawah dan menjadi salah satu landmark Yogyakarta.Naskah: Yunanto Wiji Utomo
Photo & Artistik: Agung Sulistiono Mabruron
Copyright © 2007 YogYES.COM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar